Arus Berlabuh Kita

Karya kolaborasi antara Kabul (ID) dan Mintio (SG). Karya ini menggambarkan tentang keluarga yang harus tinggal dan melakukan perjalanan bolak-balik antara Indonesia dan Singapura.

Terinspirasi dari lagu rakyat “Dayung Sampan”, layar-layar kapal dalam karya ini menggambarkan perjalanan melintasi lautan yang dikemudikan oleh anak-anak dari dua negara tersebut.

Gambar yang ada di layar kapal ini merepresentasikan anak-anak yang harus tinggal di antara dua negara, para petualang yang merangkul arus sebagai rumah. Dunianya yang berpindah-pindah ini membawa cerita sejarah, karena seperti pada zaman dahulu, pertukaran barang, gagasan, dan kebudayaan sebagian besar dilakukan di laut. Kisah ini juga yang dieksplorasi dalam galeri Tang Shipwreck, ACM (Asian Civilisations Museum).

Layar ini terbuat dari serat pohon pisang. Bahan ini dipilih karena pohon pisang bisa ditemukan di Indonesia dan Singapura, dan ini juga menggambarkan permadani sejarah dan masa depan yang membawa pelaut-pelaut muda ini dalam perjalanan mereka.

Dalam pembuatan karya ini kami berkolaborasi dengan:

  • Bahan layar dari serat pohon pisang: Naruse Kiyoshi & Tim Greenman Studio
  • Desain kostum: Myra Juliarti dari siji
  • Instalasi suara: Bani Haykal
  • Pembuatan struktur: I Wayan Upadana
  • Pembuatan layar: Wayan Nova Adi Wiratama, Nyoman Supena & Made Suadnyana dari Karang Kite Surf

Keluarga yang turut berpartisipasi di proyek ini: keluarga Agung-Tio, keluarga Ariani-Buencamino, keluarga Chia, keluarga Choo, keluarga Dwiseptiaji, keluarga Fay, keluarga Hromatka, keluarga Huang, keluarga Lim, keluarga Mursalim-Irwanto, keluarga Nasution, keluarga Natadipraya-Teo, keluarga Pannirchelvam, keluarga Park Yena, keluarga Rodrigues-Sutopo, keluarga Rodrigues-Suryadi, keluarga Suganda-Chin, dan keluarga Susilo.