Chapter 1

Disabilitas di Indonesia

Tur Pameran Inklusif – Wawancara dengan Komunitas Disabilitas

Pameran karya seni adalah salah satu program kreatif yang tentunya harus juga inklusif. Pasalnya, pameran berguna bagi pengunjung untuk menambah daya imajinasi, wawasan, bahkan tukar pikiran dengan sang seniman.

Bersama ART BALI, pada 2019 lalu kami berkolaborasi dalam menyelenggarakan tur pameran yang melibatkan partisipasi beberapa komunitas disabilitas sensorik netra dan Tuli. Kebanyakan dari mereka belum pernah mengunjungi pameran seni sebelumnya. Berikut komentar mereka:

Putra Putri Tuli Bali mengikuti tur pameran ART BALI

“Semoga panitia tetap membuat pameran seni supaya ilmu-ilmu dari pameran ini bisa tetap tersebar. Ketika moving [saat tur pameran], sebaiknya pembicara ngomong lebih perlahan supaya informasinya tidak putus-putus dan membingungkan. Terutama saat ada diskusi dan pertanyaan” – Dinda, Putra Putri Tuli Bali

“Memang lebih nyaman kalau ada tur pameran khusus Tuli. Tapi kalau digabung dengan yang lain juga tidak apa-apa, hanya mungkin rombongannya bisa dibedakan” – Fani, Putra Putri Tuli Bali

“Ini pertama kalinya teman-teman tuna netra diundang ke pameran seni. Menurut saya, penting untuk datang ke pameran seni karena menambah daya imajinasi, daya visual (dengan meraba), wawasan, dan ilmu tentang perkembangan seni terbaru. Saran saya, sebaiknya jarak satu benda dengan benda lainnya agak lebar” – Iwan Cahyadi, Komunitas Teratai

“Menurut saya penting untuk datang ke pameran seni. Selain untuk update tentang tren seni rupa, kita juga bisa ketemu senimannya dan tukar pikiran. Aksesnya sudah bagus dengan adanya 1 pendamping untuk 1 regu tuna netra. Sebetulnya kami tidak perlu akses yang berlebih, hanya pendamping” – Yoga, Komunitas Teratai

Kami juga sempat ngobrol dengan Tya, Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang hadir dalam tur pameran. Berikut komentar dan sarannya:

“Menurut saya, moving-nya agak sulit untuk teman-teman Tuli. Mereka harus fokus dengan satu hal, tapi di belakang mereka juga ada desain dan pameran. Jadi mereka bingung harus melihat yang mana.

Mereka itu visual. Mereka harus lihat tangan saya, tapi mereka juga mau tahu apa penjelasannya. Kalau dilakukan secara bersamaan, jadinya kurang efektif. Mungkin sebaiknya dijelaskan dulu selama 1 menit, lalu diberi waktu untuk melihat karyanya.

Posisi JBI itu di samping pembicaranya. Biasanya posisi Tuli di depan rombongan. Saya harus di samping pembicara karena saya harus betul betul-betul mendengarkan apa yang dibicarakan.

Dalam menyediakan jasa JBI, perlu diperhatikan durasi dan intensitas acara. Misalnya acara hanya 1 jam tapi sangat intens, sebaiknya menyediakan 2 orang JBI” – Tya, Juru Bahasa Isyarat

Artikel ini adalah bagian dari : Toolkit Inklusivitas: Kolaborasi Seni dan Kreatif . Keseluruhan toolkit ini dapat diunduh dalam bentuk PDF.

Toolkit ini adalah salah satu hasil proyek kami Gerakan Kreabilitas, sebuah program dari British Council: Developing Inclusive Creative Economy (DICE).

Baca artikel kami sebelumnya tentang cara membuat pameran seni yang inklusif di sini.