Pendiri dan Direktur Ketemu Project, Kabul, adalah seorang pelukis kontemporer modern dari Bali yang sudah mapan dan terlatih secara formal. Baik karya solonya maupun kolaboratifnya dengan komunitas telah dipamerkan di berbagai museum dan galeri di Asia.
Karya kolaboratifnya "Mimizu San", dipamerkan di Museum Seni Asia Fukuoka, Jepang dan "Arus Berlabuh Kita" di Museum Peradaban Asia Singapura. Kamu bisa melihat karya solo Kabul dapat di www.budiagungkuswara.com.
Sebagai salah satu proyek seni kolaboratifnya dengan komunitas, Kabul menginisiasi Schizofriends Art Movement yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan teman-teman penyandang Skizofrenia.
Ketika sedang tidak bekerja di Studionya atau di Rumah Berdaya, kamu bisa bertemu dengan Kabul di salah satu pantai sedang berselancar angin.
Co-Founder kami, Sam, adalah lulusan dari School of Art Design and Media di Nanyang Technological University, Singapore, dengan jurusan Seni Rupa Murni (Fine Art). Sebagai seorang seniman yang berbasis lensa, Sam sudah pernah memamerkan karyanya di beberapa festival dan museum secara global.
Sam mengendalikan Ketemu dengan berfokus pada proses kolaborasi-kolaborasi antar seniman baik itu dalam seni maupun secara komersial.
Beberapa proyek seni kolaborasinya dengan komunitas yaitu “Malam di Jari Kita” dan “Arus Berlabuh Kita”, yang berkolaborasi dengan Kabul. Karya seni pribadinya bisa kamu lihat di The Artling.
Ketika Sam tidak sedang mengerjakan program edukasi seni di Galeri Nasional Singapura, mengajar di Nanyang Academy, ataupun memikirkan finansial Ketemu, ia biasanya akan melakukan yoga dan menonton penyedot debu yang mengelilingi rumahnya.
Pertanyaan terbesar Sam: “Makan siang apa ya?”
Selain mengurusi proyek-proyek seni Ketemu, Dewi juga mengembangkan sisi wirausaha Ketemu. Dewi bertugas di bagian administrasi, logistik, dan kebutuhan operasional untuk proyek seni dan residensi.
Sebelumnya Dewi pernah menjadi perwakilan Indonesia (mengalahkan 32 wirausahawan Indonesia lainnya) dan Ketemu di program Young Social Entrepreneurs (YSE) oleh Singapore International Foundation. Saat ini Dewi sedang fokus ke pengembangan 5 wirausaha kreatif baru yang terbentuk di program British Council yaitu Developing Inclusive Creative Economy (DICE).
Di waktu senggangnya, kamu bisa bertemu Dewi di salah satu hobinya yaitu membuka stan makanan di acara-acara bazar di Bali!
Pertanyaan terbesar Dewi: "Tidak ada pertanyaan, tapi aku penasaran apa saja yang bisa seni lakukan di komunitas!”
Kami senang sekali Intan bergabung dengan kami, apalagi ini adalah pekerjaan pertamanya setelah ia lulus kuliah di salah satu universitas di Yogyakarta. Intan bergabung dengan kami sebagai Business Development Associate, termasuk di dalamnya adalah membantu mengelola hubungan kerja sama dan kolaborasi dengan teman-teman Ketemu!
Bisa dibilang Intan ini orangnya sangat “kepo”, ia suka mencari tahu tentang banyak hal. Rasa ingin tahu nya ini membantunya untuk bisa mengumpulkan sumber informasi yang relevan dengan proyek-proyek Ketemu. Salah satunya adalah riset untuk melengkapi toolkit tentang kolaborasi kreatif yang inklusif untuk teman-teman penyandang disabilitas.
Di akhir pekan biasanya Intan hanya menikmati waktu dengan menonton video-video artis favoritnya di Youtube atau jalan-jalan santai. Terutama saat musim panas (musim favoritnya), ia pasti akan sering ke pantai.
Pertanyaan terbesar Intan: “Kapan ya aku bisa ketemu langsung dengan artis favoritku?”
Hilda berkuliah dan lulus sebagai sarjana komputer, tapi dia lebih memilih bekerja sebagai accounting. Karena bagi dia angka lebih menarik daripada koding. Hilda memulai karirnya sebagai accounting disalah satu perusahaan brand fashion Bali. Dia bergabung di Ketemu karena tertarik dengan program Ketemu yang Schizofriends art movement.
Peran Hilda itu yang terpenting di Ketemu! Dia mengatur keuangan Ketemu dan juga memastikan program-program Ketemu berjalan sesuai anggaran.
Hilda suka travelling, dan salah satu mimpi terbesarnya adalah bisa mengelilingi Eropa. Sebagai seorang introvert dia suka diam dirumah disela-sela hari liburnya hanya untuk bersantai bersama 3 anjing lucunya.
Pertanyaan terbesar Hilda: “Bagaimana seni bisa menjadi suara dari para minoritas?”